
"Keterbelakangan Bukan Takdir: Jalan Kebangkitan Umat bersama Syakib Arsalan dan Muhammadiyah"
Mengapa Umat Islam Tertinggal Sementara yang Lain Maju? Meresapi Gagasan Syakib Arsalan untuk Muhammadiyah
Oleh: [Yahya Ibrahim Lc. MA.]
Mahasiswa S3 Akidah Filsafat Islam UIN Djamil Djambek Bukittinggi
Pertanyaan ”Mengapa umat Islam tertinggal sementara yang lain maju?” bukanlah hal baru. Ia telah menjadi renungan mendalam bagi para pemikir Muslim selama berabad-abad. Salah satu yang paling getol mengemukakan pertanyaan ini, dan bahkan menulis buku mengenainya, adalah Amir Syakib Arsalan (1869-1946 M).[1] Karyanya yang monumental, Limadza Ta’akhkhara al-Muslimun wa Taqaddama Ghairuhum? (Mengapa Kaum Muslimin Mundur dan Selain Mereka Maju?), adalah seruan keras yang masih relevan hingga kini. Bagi Muhammadiyah, sebagai gerakan tajdid (pembaruan) yang senantiasa berorientasi pada kemajuan, meresapi pemikiran Arsalan adalah sebuah keniscayaan.
Arsalan, seorang pemikir dan aktivis reformis dari Lebanon, hidup di masa ketika dunia Islam tengah menghadapi puncak kolonialisme dan kemunduran yang nyata. Ia membandingkan kondisi umat Islam dengan kemajuan Barat, dan dengan lugas menunjukkan bahwa kemunduran itu bukan karena ajaran Islam itu sendiri, melainkan karena umat Islam telah menyimpang dari esensi ajaran agamanya.
Akar Keterbelakangan Menurut Syakib Arsalan[2]
Arsalan mengidentifikasi beberapa faktor utama yang menyebabkan kemunduran umat Islam, yang sejatinya sangat relevan dengan kondisi kita saat ini:
1. Meninggalkan Ilmu Pengetahuan dan Ketekunan (Al-Ilm wa al-Ijtihad):
Arsalan menyoroti rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan di kalangan umat Islam. Ia menekankan bahwa pengetahuan yang setengah-setengah lebih berbahaya daripada ketidaktahuan total, karena dapat menimbulkan kesalahpahaman dan tindakan yang keliru.
Arsalan berpendapat bahwa kemunduran umat Islam bermula dari lunturnya semangat mencari ilmu dan berijtihad. Islam mendorong umatnya untuk terus belajar dan berinovasi. Namun, umat Islam cenderung menjadi pasif, terpaku pada tradisi tanpa semangat penelitian dan pengembangan. Mereka meninggalkan tradisi keilmuan yang membuat peradaban Islam jaya di masa lalu.
2. Hilangnya Etos Kerja Keras dan Disiplin:
Menurut Arsalan, umat Islam telah kehilangan etos kerja keras, ketekunan, dan disiplin yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Mereka cenderung malas, menunda-nunda pekerjaan, dan kurang bertanggung jawab. Bandingkan dengan etos kerja di Barat yang dikenal dengan disiplin dan efisiensinya. Ini adalah perbedaan mendasar yang memengaruhi kemajuan suatu bangsa.
3. Terpecah Belah dan Lemahnya Persatuan (Al-Wahdah):
Arsalan sangat menyoroti perpecahan di kalangan umat Islam, baik karena fanatisme mazhab, suku, maupun politik. Perpecahan ini melemahkan kekuatan umat dan menguras energi yang seharusnya bisa digunakan untuk pembangunan dan kemajuan. Ukhuwah Islamiyah hanya menjadi slogan kosong tanpa implementasi nyata.
Arslan juga menyoroti kurangnya rasa tanggung jawab dan kepedulian umat Islam terhadap kondisi sosial, politik, dan ekonomi mereka. Ia mendorong umat Islam untuk lebih aktif dan peduli terhadap nasib komunitasnya.
4. Ketiadaan Semangat Jihad yang Hakiki:
Arsalan mengkritik sikap umat Islam yang mengharapkan kemenangan dan pertolongan dari Allah tanpa melakukan usaha nyata. Ia menekankan bahwa pertolongan ilahi datang kepada mereka yang berusaha dan bekerja keras.
Bagi Arsalan, jihad bukan hanya perang fisik, melainkan perjuangan sungguh-sungguh untuk kemajuan di segala bidang: ilmu pengetahuan, ekonomi, moral, dan sosial. Ketika semangat jihad dalam arti luas ini luntur, umat Islam menjadi pasif dan tidak berdaya menghadapi tantangan zaman. Mereka tidak lagi gigih memperjuangkan kebaikan dan kemajuan.
5. Ultra-modernisme dan Konservatisme Berlebihan:
Arsalan mengkritik dua sikap ekstrem: pertama, mereka yang terlalu mengagungkan modernitas hingga meninggalkan nilai-nilai Islam; kedua, mereka yang terlalu konservatif hingga menolak segala bentuk pembaruan. Kedua sikap ini dianggapnya menghambat kemajuan umat Islam.
Arsalan mengkritik keras fenomena taklid buta yang merajalela di kalangan umat Islam. Mereka enggan berpikir kritis, menerima begitu saja ajaran-ajaran lama tanpa peninjauan ulang, dan menolak inovasi. Sikap ini menutup pintu kemajuan dan membuat umat Islam tertinggal dari peradaban lain yang terus berinovasi.
Refleksi untuk Muhammadiyah
Pemikiran Syakib Arsalan sangat selaras dengan jiwa pergerakan Muhammadiyah. Sejak didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan, Muhammadiyah telah menyerukan hal-hal yang kurang lebih sama dengan apa yang dikemukakan Arsalan: Dalam Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah, disebutkan bahwa Muhammadiyah adalah Gerakan Islam yang memiliki ciri pokok dan visi sebagaimana berikut:[3]
1. Pembaharuan Pemahaman Islam:
Muhammadiyah senantiasa menyerukan kembali kepada Al-Quran dan Sunnah dengan pemahaman yang murni dan progresif, menolak taklid buta, dan membuka pintu ijtihad untuk menjawab tantangan modern. Ini adalah kunci untuk menghidupkan kembali semangat keilmuan.
2. Penguatan Etos Amal Usaha:
Muhammadiyah dikenal dengan amal usaha yang konkret di bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial. Ini adalah wujud dari etos kerja keras dan disiplin yang Arsalan tekankan. Membangun dan mengelola amal usaha memerlukan ketekunan dan profesionalisme tinggi.
3. Menjaga Persatuan Umat:
Meskipun memiliki pandangan keagamaan yang khas, Muhammadiyah selalu mengedepankan persatuan dan toleransi antarumat Islam serta dengan umat beragama lain. Perpecahan adalah racun yang harus dihindari.
4. Jihad dalam Arti Luas:
Muhammadiyah memandang jihad sebagai perjuangan untuk kemajuan di segala lini kehidupan, melalui pendidikan, dakwah, sosial, dan ekonomi. Bukan hanya melalui perang fisik, tetapi juga perang melawan kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Muhammadiyah merupakan wujud praksis dari pemikiran pembaruan Syakib Arsalan. Ia menjawab keterbelakangan umat Islam bukan hanya lewat kritik teoritis, tetapi juga melalui gerakan nyata dalam pendidikan, pelayanan sosial, dan dakwah pencerahan. Muhammadiyah secara historis menjadi salah satu gerakan Islam yang mewujudkan gagasan Arsalan tentang kebangkitan umat melalui ilmu, amal, dan tajdid.
Jalan ke Depan
Untuk bergerak maju, kita perlu belajar dari masa lalu dan meresapi kembali gagasan-gagasan fundamental seperti yang disampaikan Syakib Arsalan. Bagi Muhammadiyah, ini berarti:
· Mengintensifkan Pendidikan Berkualitas: Terus berinvestasi dalam pendidikan yang tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga sains, teknologi, dan keterampilan hidup yang relevan dengan tuntutan zaman. Mencetak generasi Muslim yang cerdas, inovatif, dan berakhlak mulia.
· Mendorong Riset dan Inovasi: Memberikan ruang yang lebih besar bagi riset, pengembangan, dan inovasi di lingkungan perguruan tinggi dan lembaga penelitian Muhammadiyah. Kita harus menjadi produsen ilmu pengetahuan, bukan hanya konsumen.
· Memperkuat Kemandirian Ekonomi: Mengembangkan ekonomi umat melalui pemberdayaan UMKM, koperasi, dan investasi strategis, dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip syariah dan profesionalisme. Ini adalah wujud dari etos kerja keras dan disiplin.
· Meneguhkan Nilai-nilai Islam dalam Kehidupan: Mengamalkan nilai-nilai seperti kejujuran, amanah, disiplin, kebersihan, dan tanggung jawab dalam setiap aspek kehidupan. Ini adalah fondasi moral bagi kemajuan peradaban.
· Menjadi Pelopor Peradaban: Umat Islam, melalui gerakan-gerakan seperti Muhammadiyah, harus kembali menjadi pelopor peradaban yang menawarkan solusi atas persoalan-persoalan dunia, bukan hanya menjadi pengikut.
Keterbelakangan bukanlah takdir. Ia adalah cerminan dari pilihan-pilihan dan tindakan kita. Dengan merenungi kembali seruan Syakib Arsalan dan mengimplementasikannya dalam gerakan nyata, Muhammadiyah yakin umat Islam dapat bangkit kembali dan memberikan kontribusi nyata bagi kemajuan dan kesejahteraan dunia. Mari kita jadikan renungan ini sebagai pelecut untuk terus bergerak maju, beramal, dan berinovasi.
Daftar Pustaka
Al-Amir Syakib Arsalan. Limādzā Ta’akhkhara al-Muslimūn wa Taqaddama Ghairuhum? Kairo: Mu’assasah Hindawi, 2017.
Muhammadiyah. Ciri-ciri Pokok Gerakan Muhammadiyah. Diakses dari https://muhammadiyah.or.id/ciri-gerakan, pada 4 Juni 2025.
Muhammadiyah. Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah. Diakses dari https://muhammadiyah.or.id/matan-keyakinan-dan-cita-cita-hidup-muhammadiyah, pada 4 Juni 2025.
Mu‘jam al-Syu‘arā’ al-‘Arab. Disusun dari situs Ensiklopedia Syair Arab. Diakses melalui Maktabah al-Syamilah [buku diberi nomor secara otomatis].
[1] Syakib Arsalan (1869–1946) — Sarjana sastra dan politik keturunan bangsawan Tanukhid, dijuluki Pangeran Kefasihan. Ia lahir di Choueifat (Lebanon), aktif sebagai sejarawan, penulis terkemuka, dan tokoh politik Islam. Pernah menjabat sebagai gubernur Chouf, anggota Parlemen Ottoman, dan tinggal di Mesir, Damaskus, Berlin, serta Jenewa selama pengasingan politik. Sebagai anggota Akademi Arab, ia dikenal gigih membela Kekhalifahan Ottoman dan kemudian menjadi juru bicara pan-Islamisme serta isu-isu dunia Arab. Lihat: Mu‘jam al-Syu‘arā’ al-‘Arab, disusun dari situs Ensiklopedia Syair Arab, diakses melalui Maktabah al-Syamilah [buku diberi nomor secara otomatis], hlm. 1463.
[2] Lihat: Al-Amir Syakib Arsalan, Limādzā Ta’akhkhara al-Muslimūn wa Taqaddama Ghairuhum?, Kairo: Mu’assasah Hindawi, 2017, hlm. 37–51.
[3] Lihat: Muhammadiyah, Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah, diakses dari https://muhammadiyah.or.id/matan-keyakinan-dan-cita-cita-hidup-muhammadiyah, diakses pada 4 Juni 2025.
Dan Muhammadiyah, Ciri-ciri Pokok Gerakan Muhammadiyah, diakses dari https://muhammadiyah.or.id/ciri-gerakan, diakses pada 4 Juni 2025.
Keren tulisannya bg, bernas, kritis, reflektif, dan energik bg..
Rahmad Tri Hadi Guest
10 Jun 2025